Berikut beberapa poin yang dapat
dipertimbangkan dalam merancang sebuah dokumen.
- Nomor urut tercetak. Nomor urut tercetak penting untuk mengecek ada tidak dokumen yang hilang, serta untuk pertanggungjawaban karyawan yang diberi kepercayaan untuk mengisi dan menyimpan dokumen. Bahkan, dokumen dengan nomor urut tercetak dapat dipakai untuk mendeteksi kecurangan karyawan (ingin tahu, bagaimana caranya, silahkan klik di sini).
- Judul dokumen. Sekalipun tampaknya simpel, penting bagi perancang untuk memastikan ada judul dokumen yang jelas. Sebagai contoh, penuls memberi nama dokumen Surat Order Penjualan untuk kasus perusahaan dagang. Sementara di kasus jasa Catering, dokumen dengan fungsi serupa, penulis beri nama Pesanan Konsumen. Nama ini bebas, yang penting jelas bagi pengguna.
- Identitas perusahaan. Identitas perusahaan ini penting dalam sebuah dokumen. Untuk dokumen yang nantinya akan diserahkan ke pihak lain, sebaiknya identitas perusahaan tertulis lengkap (nama, alamat, nomor telpon, situs web, dan alamat email). Sedangkan untuk dokumen internal, maka identitas perusahaan dapat hanya berupa sebaris kalimat yaitu nama perusahaan.
- Field lengkap tetapi pas dengan kebutuhan bisnis. Inilah satu poin yang penting mesti dipikirikan oleh perancang. Field dalam satu dokumen harus pas sesuai dengan kebijakan bisnis perusahaan. Sebagai contoh, bandingkan saja contoh surat Order Penjualan untuk kasus perusahaan dagang dan perusaahaan catering. Sama-sama surat order, mereka memuat field yang berbeda.
- Pilihan kertas. Dokumen internal yang bakal berjalan-jalan dari satu tempat ke tempat lain, mesti dibuat dengan kertas yang lebih tebal dari dokumen yang hanya diisi satu kali dan diserahkan ke konsumen. Ini untuk meminimalkan risiko dokumen rusak sebelum dokumen selesai dipindah-pindahkan dari satu proses ke proses yang lain.
- Jumlah rangkap. Dalam merancang jumlah rangkap, perancang mesti memikirkan berapa jumlah rangkap yang tepat (kalau bisa seminimal mungkin). Dokumen empat rangkap dengan kertas karbon sudah terlalu tebal bagi karyawan yang bertugas untuk mengisi dokumen tersebut. Apalagi jika karyawan yang bersangkutan tidak terbiasa menulis dengan menekan balpoin, bisa jadi, pada rangkap ketiga saja, tulisan dalam dokumen sudah tidak terbaca. Oleh karena itu, jika bisa hanya dua rangkap, kenapa harus tiga rangkap?
No comments:
Post a Comment